Minggu, 04 Oktober 2015

Teori Hukum Islam

Mr Jef
TEORI-TEORI HUKUM ISLAM D INDONESIA

A.    LATAR  BELAKANG MUNCULNYA TEORI
Islam telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah dating ke Indonesia. Waktu penjajah Belanda dating ke Indonesia, (Hindia Belanda), bangsa Indonesia telah menyaksikan kenyataan bahwa di Hindia Belanda telah menganut sistem hukum, yaitu agama yang dianut di Hindia Belanda, seperti hukum islam, hindu budha, dan nasrani serta hukum adat bangsa Indonesia. Berlakunya  hukum islam bagi sebagian besar penduduk Hindia Belanda, berkaitan dengan mnculnya kerajaan-kerajaan islam setelah runthnya Majapahit pada sekitar tahun 1581. Walaupun pada mulanya kedatangan Belanda yang notabene beragama Kristen protestan ke Indonesia tidak ada kitannya dengan masalah hukum (agama), namun pada perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan kepentingan penjajah, akhirnya mereka tidak bias menghindari persentuhan masalah hukum dengan penduduk pribumi. Berhubungan dengan masalah hukum adat di Indonesia dan hukum agama bagi masing-masing pemeluknya,munculah beberapa teori-teori hukum diantaranya adalah teori receptio in complexu dan teori receptie yang muncul sebelum kemerdekaan Indonesia. Tiga teori lainnya, yaitu teori receptie exit, receptie a contrario, dan teori eksistensi muncul setelah Indonesia merdeka. 

1.      Teori Receptio in Complexu 
Teori Receptio in Complexu ini, dipelopori oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg tahun 1845-1925. Teori receptio in Complexu menyatakan bahwa bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam. Teori Receptio in Complexu ini telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti dengan dibuatnya berbagai kumpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat pribumi yang tinggal di dalam wilayah kekuasaan VOC yang kemudian dikenal sebagai Nederlandsch Indie. Cotohnya, Statuta Batavia yang saat ini desebut Jakarta 1642 pada menyebutkan bahwa sengketa warisan antara pribumi yang beragama islam harus diselesaikan dengan mempergunakan hukum islam, yakni hukum yang dipergunakan oleh rakyat sehari-hari. Untuk keperluan ini, D.W Freijer menyusun buku yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan islam. 
2.      Teori Receptie
Teori Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum Islam. . Jika mereka berpegang terhadap ajaran dan hukum Islam, dikhawatirkan mereka akan sulit menerima dan dipengaruhi dengan mudah oleh budaya barat. Teori ini bertentangan dengan Teori Reception in Complexu. Menurut teori recptie, hukum islam tidak secara otomatis berlaku bagi orang islam. Hukum islam berlaku bagi orang islam jika sudah diterima atau diresepsi oleh hukum adat mereka. Oleh karena itu, hukum adatlah yang menentukan berlaku tidaknya hukum islam. Sebagai contoh teori recptie saat ini di Indonesia diungkapkan sebagai berikut. 
Hukum islam yang bersumber dari Al-qur’an dan hadits hanya sebagian kecil yang mmpu dilaksanakan oleh orang islamdi Indonesia. Hukum pidana islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits tidak mempunya tempat eksekusi bila hukum yang dimaksud tidak diundangkan di Indonesia. Oleh karena itu, hukum pidana islam belum pernah berlaku kepada pemeluknya secara hukum ketatanegaraan di Indonesia sejak merdeka sampai saat ini. Selain itu, hukum islam baru dapat berlaku bagi pemeluknya secara yuridis formal bila telah diundangkan di Indonesia. Teori ini berlaku hingga tiba di zaman kemerdekaan Indonesia.
3.      Teori Receptie Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori receptie bertentangan dengan jiwa UUD ’45. Dengan demikian, teori receptie itu harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Secara tegas UUD ’45 menyatakan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Demikiandinyatakan dalam pasal 29 (1) dan (2). Menurut teori recptie exit, pemberlakuan hukum islam tidak harus didasarkan pada hukum adat. Pemahaman demikian kebih dipertegas lagi, antara lain dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974tentang perkawinan, yang memberlakukan hukum islam bagi orang islam (pasal 2 ayat 1), UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,Instruksi presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompulasi Hukum Islam di Indonesia (KHI).   
4.      Teori Receptie A Contrario
Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori Receptie A Contrario. Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Sebagai contoh, umpamanya di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar soal-soal perkawinan dan soal warisan diatur berdasarkan hukum islam. Apabila ada ketentuan adat boleh saja dipakai Selma itu tidak bertentangan dengan hukum islam. Dengan demikian, dalam Teori Receptie A Contrario, hukum adat itu baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Inilah Sayuti Thalib dengan teori reception a contrario.
5.      Teori Eksistensi
Sebagai kelanjutan dari teori recptie exit dan teori recepio contrario, menurut Ichtijanto S.A, muncullah teori eksistensi. Teori eksistensi adalah teori yang menerangkan adanya hukum islam dan hukum Nasional Indonesia. Menurut teori ini, eksistensi atau keberadaan hukum islam dan hukum nasional itu ialah:
a.       Ada, dalam arti hukum islam berada dalam hukum nasional sebagai bagian yang integral darinya.
b.      Ada, dalam arti adanya kemandiriannya yang diakui berkekuatan hukum nasional dan sebagai hukum nasional. 
c.       Ada dalam hukum nasional, dalam arti norma hukum islam sebagai penyaring bahan-bhan hukum nasional Indonesia. 
Berdasarkan teori eksistensi diatas, mka keberadaan hukum islam dalam tata hukum nasional, merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya. Bahkan lebih dari itu, hukum islam merupakan bahan utama dari hukum nasional.